Hello... Selamat Pagi kali ini saya akan membagikan makalah Fisika tentang Pemanasan Global Semoga bermanfaat :).
Assalamualaikum
wr. wb. alhamdulillah atas berkah dan rahmat Allah SWT akhirnya saya berhasil
menyelesaikan Makalah
Pemanasan Global ini.
Berikut ini
saya mempersembahkan sebuah Makalah Pemanasan Global.
Tugas ini
telah saya buat dengan segenap kemampuan dan dengan usaha yang maksimal,
tetapi apa daya jikalaau laporan ini memang masih sangat jauh dari sekadar
harapan kami maupun kesempurnaan. Seperti semua hal di dunia ini, tidak ada
suatu apapun yang sempurna kecuali Allah SWT, maka seperti itulah makalah ini, yang juga memiliki banyak kekurangan. Sekiranya
itulah kodrat seorang manusia, maka kami harap semua pembaca dapat
memakluminya. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran dari pembaca agar
penulis dapat menyempurnakan makalah ini dan untuk ke
depannya dapat membuat makalah yang lebih baik
lagi.
Akhir kata
saya mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT, keluarga teman dan sahabat yang
telah membantu terselesaikannya makalah
ini. Saya juga berterima kasih kepada guru pembimbing yang telah memberikan
tugas ini hingga kami mampu mempelajari hal-hal baru maupun hal-hal lama yang
telah terlupakan. Seperti di setiap kata pengantar, penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya
maupun memanfaatkannya. Wassalamualaikum wr. wb.
Daftar Isi
Kata Pengantar. I
Daftar Isi II
Bab 1 Pendahuluan. 2
1.1 Latar Belakanag Masalah. 2
1.2 Definisi
Kecakapan Hidup. 3
1.3 Tujuan. 3
1.4 Manfaat 3
Bab 2 Pembahasan. 5
2.1 Sekilas Tentang Pemanasan Global 5
2.2 Pemanasan Global 5
2.3 Pemanasan Global 6
2.4 Dampak Pemanasan Global 10
2.5 Meminimalisasi Dampak Pemanasan Global 11
BAB 3 Kesimpulan. 14
Pendahuluan
Aktivitas kehidupan manusia melibatkan
banyak kegiatan, dari kegiatan kecil, merokok, merebus air untuk kopi, pergi
bekerja naik kendaraan, penggunaan AC di kantor sampai dengan proses yang lebih
besar yaitu indstri ternyata memberi dampak pada lingkungan. Pengaruh aktivitas
manusia tersebut terhadap fenomena alam yang terjadi belum banyak yang dikenal
karena masih begitu asing dan masih ada silang pendapat dari banyak ahli.
Pengetahuan ini begitu “ maya “ karena tidak terlihat secara kasat mata dan
dampaknya tidak langsung dirasakan oleh manusia pada saat ini. Dampak pemanasan
global dan timbulnya lubang ozon akan dirasakan manusia beberapa tahun kemudian
dalam jangka panjang.
Pemanasan global dan timbulnya lubang ozon
merupakan isu global yang selama ini didengung-dengungkan oleh berbagai pihak,
baik lembaga peduli lingkungan, pemerintah, instansi pendidikan, maupun para
pelaku industri. Fenomena tersebut hanya merupakan mitos selama beberapa dekade
belakangan, karena manusia pada saat itu belum merasakan pengaruh yang
signifikan terhadap dampak yang ditimbulkan. Namun setelah terjadi berbagai
peristiwa yang menguatkan mitos tersebut, seperti panasnya suhu udara,
tenggelamnya pulau atau kota, timbulnya berbagai bencana alam : banjir,
longsor, dan lain sebagainya, masyarakat dunia mulai menyikapinya secara
serius.
Perumusan masalah dari
peulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa itu
pemanasan global dan lubang ozon ?
2.
Mengapa
pemanasan global dan lubang ozon dapat terjadi ?
3.
Siapa yang
terlibat dalam pemanasan global dan lubang ozon ?
4.
Apa saja
langkah antisipatif dalam menghadapi pemanasan global dan lubang ozon ?
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui
arti pemanasan global dan lubang ozon
2. Mengetahui
penyebab terjadinya pemanasan global dan lubang ozon
3. Mengetahui
negara / wilayah yang terkena dampak
adanya pemanasan global dan lubang ozon
4. Mengetahui
pelaku yang terlibat dalam pemanasan global dan lubang ozon
5. Mengetahui
dampak pemanasan global dan lubang ozon
6. Mengetahui
langkah antisipatif dalam menghadapi pemanasan global dan lubang ozon
7. Mengetahui
persamaan dan perbedaan kajian pemanasan global dan lubang ozon
Penulisan
ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis :
1.
Manfaat teoritis Hasil penulisan ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan Geografi dan
ilmu pengetahuan lainnya pada umumnya yang erat kaitannya dalam kajian
pemanasan global dan lubang ozon.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi pemerintah Hasil penulisan ini dapat
dijadikan pedoman maupun masukan bagi pemerintah khususnya dalam menangani isu
pemanasan global dan timbulnya ubang ozon
b.
Bagi masyarakat Hasil penulisan ini dapat
dijadikan himbauan, masukan, dan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya
menjaga bumi dan lingkungannya dari berbagai dampak yang ditimbukan akibat
adanya pemanasan global dan timbulnya lubang ozon.
Bab 2
Pembahasan
Pemanasan
global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi
akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan
di bumi. Selama kurang lebih seratus tahun terakhir, suhu rata-rata di permukaan
bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi
yang terjadi adalah akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca, seperti;
karbondioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan
sulfur heksafluorida di atmosfer. Emisi ini terutama dihasilkan dari proses
pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta akibat
penggundulan dan pembakaran hutan.
Pemanasan
global diperkirakan telah menyebabkan perubahan-perubahan sistem terhadap
ekosistem di bumi, antara lain; perubahan iklim yang ekstrim, mencairnya es
sehingga permukaan air laut naik, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.
Adanya perubahan sistem dalam ekosistem ini telah memberi dampak pada kehidupan
di bumi seperti terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya
berbagai jenis hewan.
Efek
rumah kaca sebagai suatu sistem di bumi sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup di
bumi. Suhu atmosfer bumi akan menjadi lebih dingin jika tanpa efek rumah kaca.
Tetapi, jika efek rumah kaca berlebihan dibandingkan dengan kondisi normalnya
maka sistem tersebut akan bersifat merusak. Melihat sebagian besar emisi gas
rumah kaca bersumber dari aktivitas hidup manusia, maka pemanasan global harus
ada upaya solusinya dengan merubah pola hidup dan perilaku masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari.
Tulisan ini diharapkan dapat memberi wawasan dan
pengetahuan bagi masyarakat tentang apa dan bagaimana terjadinya pemanasan
global, serta bagaimana perilaku masyarakat yang diharapkan dalam upaya meminimalisasi
efek terjadinya pemanasan global.
Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu
isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global
berhubungann dengan proses meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Peningkatan
suhu permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke
atmosfer bumi, kemudian sebagian sinar ini berubah menjadi energi panas dalam
bentuk sinar infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.
Sebagian sinar infra merah dipantulkan kembali ke
atmosfer dan ditangkap oleh gas-gas rumah kaca yang kemudian menyebabkan suhu
bumi meningkat. Gasgas rumah kaca terutama berupa karbon dioksida, metana dan
nitrogen oksida. Kontribusi besar yang mengakibatkan akumulasi gas-gas kimia
ini di atmosfir adalah aktivitas manusia. Temperatur global rata-rata setiap
tahun
dan lima tahunan tampak meningkat,
seperti pada diagram berikut (Anonim, 2004).
Efek rumah kaca
Proses terjadinya efek rumah kaca dapat dijelaskan melalui
gambar berikut. Dalam rumah kaca
(greenhouse) yang digunakan dalam budidaya terutama di negara yang
mengalami musim salju, atau percobaan tanaman dalam bidang biologi dan
pertanian, energi matahari (panas) yang masuk melalui atap kaca sebagian dipantulkan
keluar atmosfer dan sebagian lainnya terperangkap di dalam greenhouse sehingga
menaikkan suhu di dalamnya. Gambar berikut menunjukkan bagaimana terjadinya
efek rumah kaca (Gealson,2007).
Contoh lain yang dapat mengilustrasikan kejadian efek
rumah kaca adalah, ketika kita berada dalam mobil dengan kaca tertutup yang
sedang parkir di bawah terik matahari. Panas yang masuk melalui kaca mobil,
sebagian dipantulkan kembali ke luar melalui kaca tetapi sebagian lainnya
terperangkap di dalam ruang mobil. Akibatnya suhu di dalam ruang lebih tinggi
(panas) daripada di luarnya. Perhatikan gambar berikut (Gealson,2007).
Matahari merupakan sumber energi
utama dari setiap sumber energi yang terdapat di bumi. Energi matahari sebagian
terbesar dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Energi
ini mengenai permukaan bumi dan berubah dari cahaya menjadi panas. Permukaan
bumi kemudian menyerap sebagian panas sehingga menghangatkan bumi, dan sebagian
dipantulkannya kembali ke luar angkasa. Menumpuknya jumlah gas rumah kaca
seperti uap air, karbon dioksida, dan metana di atmosfer mengakibatkan sebagian
dari panas ini dalam bentuk radiasi infra merah tetap terperangkap di atmosfer
bumi, kemudian gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang
yang dipancarkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas tersebut akan tersimpan
di permukaan Bumi. Kondisi ini dapat terjadi berulang sehingga mengakibatkan
suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gambar berikut menunjukkan bagaimana terjadinya pemanasan
global (Gealson,2007).
Gas-gas tersebut berfungsi
sebagaimana kaca pada atap rumah kaca. Makin meningkat konsentrasi gas-gas ini
di atmosfer, makin besar pula efek panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat
dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpa efek rumah
kaca planet bumi akan menjadi sangat dingin lebih kurang -18°C, sehingga
sekuruh permukaan bumi akan tertutup lapiesan es. Dengan temperatur rata-rata
sebesar 15°C, bumi sebenarnya telah lebih panas 33°C dengan efek rumah kaca.
Akan tetapi jika gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, maka akan terjadi
sebaliknya dan mengakibatkan pemanasan global.
Efek Balik
Penyebab pemanasan global juga
dipengaruhi oleh berbagai proses efek balik yang dihasilkannya, seperti pada penguapan air. Pada awalnya pemanasan
akan lebih meningkatkan banyaknya uap air di atmosfer. Karena uap air sendiri
merupakan gas rumah kaca, maka pemanasan akan terus berlanjut dan menambah
jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap
air. Keadaan ini menyebabkan efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar
bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 itu sendiri. Peristiwa efek balik ini
dapat meningkatkan kandungan air absolut di udara, namun kelembaban relatif
udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat.
Karena usia CO2 yang panjang di atmosfer maka efek balik ini secara perlahan
dapat dibalikkan (Soden and Held, 2005)
Selain penguapan, awan diduga
menjadi efek balik. Radiasi infra merah akan dipantulkan kembali ke bumi oleh
awan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sementara awan tersebut akan
memantulkan pula sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga
meningkatkan efek pendinginan. Secara detail hal ini sulit direpresentasikan
dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan
jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga
500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke 4). Walaupun
demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan
umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model
yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat (Soden and Held, 2005).
Efek balik penting lainnya
adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya
oleh es. Lapisan es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan
yang terus meningkat ketika temperatur global meningkat. Bersamaan dengan
mencairnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Daratan
maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan
dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Kejadian
ini akan menambah faktor penyebab pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi
es yang mencair, sehingga menjadi suatu siklus yang berkelanjutan (Thomas,
2001).
Faktor lain yang memiliki
kontribusi terhadap pemanasan global adalah efek balik positif akibat
terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost). Selain itu, es
yang mencair juga akan melepas CH4 yang juga dapat menimbulkan umpan balik
positif.
Laut memiliki kemampuan
ekologis untuk menyerap karbon di atmosfer. Fitoplankton mampu menyerap karbon
guna kelangsungan proses fotosintesis. Tetapi kemampuan ini akan berkurang jika
laut menghangat yang diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona
mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton
(Buesseler, et al, 2007).
Variasi Matahari
Pemanasan global dapat pula
diakibatkan oleh variasi matahari. Suatu hipotesis menyatakan bahwa variasi dari Matahari yang
diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan
saat ini (Marsh and Henrik, 2000). Perbedaan antara mekanisme ini dengan
pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan
memanaskan stratosfer, sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer.
Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun
1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama
pemanasan saat ini. Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek
pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun
1970-an. Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung
berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga
tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950 (Hegerl, et al. 2007,
Ammann, et al, 2007).
Hasil penelitian menyatakan
bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua
ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah
berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama
periode 1900-2000, dan sekitar 2535% antara tahun 1980 dan 2000 (Scafetta and
West, 2006). Selanjutnya menurut Stott (2003) bahwa model iklim yang dijadikan
pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca
dibandingkan dengan pengaruh Matahari, mereka juga mengemukakan bahwa efek
pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga tidak diperhitungkan.
Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan
sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar
pemanasan yang terjadi pada dekadedekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas
rumah kaca.
Peningkatan suhu rata-rata global
sejak pertengahan abad ke-20 menurut Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah
kaca akibat aktivitas manusia. Suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga
6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100. Dengan menggunakan model iklim, perbedaan
angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda
mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model
sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus
pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan
akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas
rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Beberapa hal-hal yang masih
diragukan para ilmuan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan
terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang
terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga
saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa,
jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan
pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi yang ada.
Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan
meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah
kaca.
Protokol ini mengharuskan
negara-negara industri untuk menurunkan emisinya sebesar 5,2 persen di bawah
tingkat emisi tahun 1990 dengan target waktu hingga 2012 dan baru memperoleh
kekuatan hukumnya secara internasional pada tanggal 16 Februari 2005. Hingga 23
Oktober 2007 sudah 179 negara yang meratifikasi Protokol Kyoto tersebut.
Kemudian pada tanggal 3-14 Desember 2007 di Bali diselenggarakanlah Konvensi
Tingkat Tinggi yang digelar oleh UNFCCC (United Nations Framework Convention on
Climate Change) dan dihadiri hampir 10 ribu orang dari 185 negara. Melalui
pertemuan tersebut diharapkan dapat mengevaluasi hasil kinerja dari Protokol
Kyoto yang dibuat sebagai bukti komitmen negara-negara sedunia dalam mengurangi
emisi Gas Rumah Kaca demi menanggulangi permasalahan yang terjadi saat ini.
Pemanasan global telah memicu
terjadinya sejumlah konsekuensi yang merugikan baik terhadap lingkungan maupun
setiap aspek kehidupan manusia. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Mencairnya lapisan es di kutub Utara dan Selatan. Peristiwa ini
mengakibatkan naiknya permukaan air laut secara global, hal ini dapat
mengakibatkan sejumlah pulau-pulau kecil tenggelam. Kehidupan masyarakat yang
hidup di daerah pesisir terancam. Permukiman penduduk dilanda banjir rob akibat
air pasang yang tinggi, dan ini berakibat kerusakan fasilitas sosial dan
ekonomi. Jika ini terjadi terus menerus maka akibatnya dapat mengancam sendi
kehidupan masyarakat.
2.
Meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim. Perubahan iklim
menyebabkan musim sulit diprediksi. Petani tidak dapat memprediksi perkiraan
musim tanam akibat musim yang juga tidak menentu. Akibat musim tanam yang sulit
diprediksi dan musim penghujan yang tidak menentu maka musim produksi panen juga
demikian. Hal ini berdampak pada masalah penyediaan pangan bagi penduduk,
kelaparan, lapangan kerja bahkan menimbulkan kriminal akibat tekanan tuntutan
hidup.
3.
Punahnya berbagai jenis fauna. Flora dan fauna memiliki batas toleransi
terhadap suhu, kelembaban, kadar air dan sumber makanan. Kenaikan suhu global
menyebabkan terganggunya siklus air, kelembaban udara dan berdampak pada
pertumbuhan tumbuhan sehingga menghambat laju produktivitas primer. Kondisi ini
pun memberikan pengaruh habitat dan kehidupan fauna.
4.
Habitat hewan berubah akibat perubahan faktor-faktor suhu, kelembaban
dan produktivitas primer sehingga sejumlah hewan melakukan migrasi untuk
menemukan habitat baru yang sesuai. Migrasi burung akan berubah disebabkan
perubahan musim, arah dan kecepatan angin, arus laut (yang membawa nutrien dan
migrasi ikan).
5.
Peningkatan muka air laut, air pasang dan musim hujan yang tidak menentu
menyebabkan meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir.
6.
Ketinggian gunung-gunung tinggi berkurang akibat mencairnya es pada
puncaknya.
7.
Perubahan tekanan udara, suhu, kecepatan dan arah angin menyebabkan
terjadinya perubahan arus laut. Hal ini dapat berpegaruh pada migrasi ikan,
sehingga memberi dampak pada hasil perikanan tangkap.
8.
Berubahnya habitat memungkinkan terjadinya perubahan terhadap resistensi
kehidupan larva dan masa pertumbuhan organisme tertentu, kondisi ini tidak
menutup kemungkinan adanya pertumbuhan dan resistensi organisme penyebab
penyakit tropis. Jenis-jenis larva yang berubah resistensinya terhadap
perubahan musim dapat meningkatkan penyebaran organisme ini lebih luas. Ini
menimbulkan wabah penyakit yang dianggap baru.
9.
Mengancam kerusakan terumbu karang di kawasan segitiga terumbu karang
yang ada di enam negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Kepulauan Salomon, Papua Nugini,
Timor Leste, dan Philipina. Dikhawatirkan merusak kehidupan masyarakat lokal
yang berada di sekitarnya. Masyarakat lokal yang pertama kali menjadi korban
akibat kerusakan terumbu karang ini. Untuk menyelamatkan kerusakan terumbu karang
akibat pemanasan global ini, maka para aktivis lingkungan dari enam negara
tersebut telah merancang protokol adaptasi penyelamatan terumbu karang. Lebih
dari 50 persen spesies terumbu karang dunia hidup berada di kawasan segitiga
ini. Berdasarkan data Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC),
sebanyak 30 persen terumbu karang dunia telah mati akibat badai el nino pada
1998 lalu. Diprediksi, pada 10 tahun ke depan akan kembali terjadi kerusakan
sebanyak 30 persen.
1.
Konservasi lingkungan, dengan melakukan penanaman pohon dan penghijauan
di lahan-lahan kritis. Tumbuhan hijau memiliki peran dalam proses fotosintesis, dalam proses ini tumbuhan
memerlukan karbondioksida dan menghasilkan oksigen. Akumulasi gas-gas karbon di
atmosfer dapat dikurangi.
2.
Menggunakan energi yang bersumber dari energi alternatif guna mengurangi
penggunaan energi bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara). Emisi gas
karbon yang terakumulasi ke atmosfer banyak dihasilkan oleh pembakaran bahan
bakar fosil. Kita mengenal bahwa paling banyak mesin-mesin kendaraan dan
industri digerakkan oleh mesin yang menggunakan bahan bakar ini. Karena itu
diupayakan sumber energi lain yang aman dari emisi gas-gas ini, misalnya;
menggunakan energi matahari, air, angin, dan bioenergy. Di daerah tropis yang
kaya akan energi matahari diharapkan muncul teknologi yang mampu menggunakan
energi ini, misalnya dengan mobil tenaga surya, listrik tenaga surya. Sekarang
ini sedang dikembangkan bioenergy, antara lain biji tanaman jarak (Jathropa.
sp) yang menghasilkan minyak.
3.
Daur ulang dan efisiensi energi. Penggunaan minyak tanah untuk
menyalakan kompor di rumah, menghasilkan asap dan jelaga yang mengandung karbon. Karena itu sebaiknya
diganti dengan gas. Biogas menjadi hal yang baik dan perlu dikembangkan,
misalnya dari sampah organik.
4.
Upaya pendidikan kepada masyarakat luas dengan memberikan pemahaman dan
penerapan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)
Dimensi manusia
Manusia
berperan sebagai pengguna-perusak-pelestari alam. Manusia harus diberi
kesadaran akan pentingnya alam bagi kehidupannya. Alam memiliki keterbatasan
dibanding kemampuan manusia dalam mengeksploatasi alam. Manusia memanfaatkan
alam guna memperoleh sumber makanan dan kebutuhan sosial lainnya, tetapi
disadari atau tidak tindakannya dapat berakibat kerusakan faktor-faktor
ekologis. Karena itu manusia harus menyadari bahwa ia dan perilakunya adalah
bagian dari alam dan lingkungan yang saling mempengaruhi.
b)
Penegakan hukum dan keteladanan
Pelanggaran
atas tindakan manusia yang merusak lingkungan harus mendapat ganjaran.
Penegakan hukum lingkungan menjadi bagian yang penting guna menjaga kelestarian
lingkungan, dan memberi efek jera bagi yang melanggar. Penegakan hukum tidak memandang
strata sosial masyarakat. Selain itu adalah panutan dan ketokohan seseorang
memegang peranan penting. Mereka yang memiliki pemahaman yang lebih baik
(berpendidikan) terhadap lingkungan hidup hendaknya berperan memberi contoh dan
sikap lingkungan yang baik pula kepada masyarakat. Misalnya, kita masih
menemukan kasus peran beberapa aparat pemerintah dibalik kerusakan hutan, baik
dengan memberikan modal maupun perlindungan bagi perambah hutan.
c)
Keterpaduan
Seluruh
elemen masyarakat harus mendukung upaya pelestarian lingkungan dan sumberdaya
alam serta penegakan hukumnya. Upaya ini harus dilakukan secara komprehensif
dan lintas sektor. Misalnya, untuk mengatasi emisi gasgas rumah kaca akibat
peningkatan jumlah kendaraan di Kota Jakarta, harus di atas secara bersama
dengan daerah sekitar seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang. Karena
pekerja yang menggunakan kendaraan bermotor setiap hari masuk ke kota Jakarta
bermukim di empat kota tersebut. Demikian halnya mengatasi banjir di Kota
Gorontalo, misalnya, tidak dapat diatasi dengan perbaikan fasilitas lingkungan
dan membina kesadaran penduduk kota, tetapi secara menyeluruh dengan masyarakat
di wilayah lain (hulu dan DAS) yang memberi kontribusi terhadap bencana banjir.
Masyarakat dan pemerintah daerah terdekat seperti Kabupaten Bone Bolango dan
Kabupaten Gorontalo turut bertanggungjawab dalam upaya penanggulangan banjir di
Kota Gorontalo. Secara geografis, terdapat daerah aliran sungai dimana dua
sungai besar yang melewati dan bermuara di kota ini. Karena itu bencana alam
dan kerusakan lingkungan tidak dapat dipilah menurut wilayah administratif
semata, tetapi bersifat area geografis-ekologis.
d)
Mengubah pola pikir dan sikap
Faktor-faktor
lingkungan fisik, mahluk hidup lain dan
manusia memiliki peran masing-masing dalam lingkungan hidup. Manusia sebagai
mahluk yang diberi kemampuan logika harus mampu memandang kepentingan hidupnya
terkait dengan kehidupan mahluk hidup lain beserta kejadian proses-proses alam.
Sikap dan perilaku manusia terhadap alam cepat atau lambat memberi berdampak
pada lingkungan hidupnya. Peduli terhadap lingkungan pada dasarnya merupakan
sikap dan perilaku bawaan manusia. Akan tetapi munculnya ketidak pedulian
manusia adalah pikiran atau persepsi yang berbeda-beda ketika manusia
berhadapan dengan masalah lingkungan. Manusia harus memandang bahwa dirinya
adalah bagian dari unsur ekosistem dan lingkungannya. Naluri untuk
mempertahankan hidup akan memberi motivasi bagi manusia untuk melestarikan ekosistem
dan lingkungannya.
e)
Etika lingkungan
Kecintaan
dan kearifan kita terhadap lingkungan menjadi filosofi kita tentang lingkungan
hidup. Apa pun pemahaman kita tentang lingkungan hidup dan sumber daya, kita
harus bersikap dan berperilaku arif dalam kehidupan. Dalam wujud budaya
tradisional, kearifan lokal melahirkan etika dan norma kehidupan masyarakat
dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya. Selama masyarakat masih
menghormati budaya tradisional yang memiliki etika dan nilai moral terhadap
lingkungan alamnya, maka konservasi sumber daya alam dan lingkungan menjadi hal
yang mutlak. Dalam kehidupan masyarakat demikian, etika lingkungan tidak tampak
secara teoretik tetapi menjadi pola hidup dan budaya yang dipelihara oleh
setiap generasi. Etika lingkungan akan berdaya guna jika muncul dalam tindakan
nyata dalam kehidupan sehari-hari.
BAB 3
Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat
disimpulkan antara lain :
1.
Pemanasan global (global
warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat
terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di
bumi.
2.
Pemanasan global disebabkan gas karbondioksida, efek rumah kaca dan lain
sebagainya,
3.
Pemanasan global berdampak buruk bagi lingkungan dan kehidupan di bumi
ini sehingga kita perlu meminimalkan terjadinya pemanasan global ini.